Nama Suku
|
:
|
Suku Dayak Meratus
|
:
|
kurang lebih 50.000 jiwa.
|
|
Kawasan dengan jumlah penduduk
yang signifikan
|
:
|
Kalimantan Selatan: 35.838 (2000).
|
:
|
||
:
|
||
Kelompok etnis terdekat
|
:
|
A.
Pengertian
Suku Dayak
Bukit atau Suku Dayak Meratus atau Dayak Banjar adalah kumpulan sub-suku Dayak yang mendiami
sepanjang kawasan pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan. Selato menduga, suku Bukit termasuk golongan Suku Punan.[3]. Tetapi Tjilik Riwut membaginya ke dalam kelompok-kelompok kecil seperti
Dayak Alai (Labuhan), Dayak Amandit (Loksado), Dayak Tapin (Harakit), Dayak Kayu Tangi, dan
sebagainya, selanjutnya ia menggolongkannya ke dalam Rumpun Ngaju. Namun penelitian terakhir dari segi bahasa yang digunakan sub suku Dayak
ini tergolong berbahasa Melayik (bahasa Melayu Lokal). Orang Banjar Hulu sering menamakannya Urang Bukit,
sedangkan orang Banjar Kuala sering menamakannya Urang Biaju.
Sesuai habitat
kediamannya tersebut maka belakangan ini mereka lebih senang disebut Suku Dayak
Meratus, daripada nama sebelumnya Dayak Bukit yang sudah terlanjur dimaknai
sebagai orang gunung. Padahal menurut Hairus Salim dari kosa kata lokal di daerah tersebut istilah bukit
berarti bagian bawah dari suatu pohon yang juga bermakna orang atau sekelompok
orang atau rumpun keluarga yang pertama yang merupakan cikal bakal masyarakat
lainnya.
Suku Buket,
nama yang dipakai oleh BPS untuk etnik ini dalam sensus penduduk tahun 2000. Di
Kalimantan Selatan pada sensus penduduk tahun 2000 suku Buket berjumlah 35.838 jiwa, sebagian besar
daripadanya terdapat di kabupaten Kota Baru yang berjumlah 14.508 jiwa.
Suku Bukit juga
dinamakan Ukit, Buket, Bukat atau Bukut. Suku Bukit atau suku Dayak Bukit
terdapat di beberapa kecamatan yang terletak di pegunungan Meratus pada kabupaten Banjar, kabupaten Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, kabupaten Tapin, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kota
Baru.
Beberapa
suku-suku Dayak Meratus yaitu :
·
Dayak Labuan Amas
·
dan lain-lain
B.
Rumah adat
Rumah Betang adalah rumah adat khas Kalimantan yang terdapat di berbagai
penjuru Kalimantan, terutama di daerah hulu sungai yang biasanya menjadi pusat
pemukiman suku Dayak, dimana sungai merupakan jalur transportasi utama bagi
suku Dayak untuk melakukan berbagai mobilitas kehidupan sehari-hari seperti
pergi bekerja ke ladang dimana ladang suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman
penduduk, atau melakukan aktifitas perdagangan (jaman dulu suku Dayak biasanya
berdagang dengan menggunakan system barter yaitu dengan saling menukarkan hasil
ladang, kebun maupun ternak).
Bentuk
dan besar rumah Betang ini bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang
mencapai panjang 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di
bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari
tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini saya perkirakan untuk menghindari
datangnya banjir pada musim penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu
sungai di Kalimantan. Beberapa unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih
dari satu buah tergantung dari besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian
tersebut. Setiap rumah tangga (keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di
sekat-sekat dari rumah Betang yang besar tersebut, di samping itu pada umumnya
suku Dayak juga memiliki rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu
untuk melakukan aktivitas perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak
antara ladang dengan tempat pemukiman penduduk.
Lebih
dari bangunan untuk tempat tinggal suku dayak, sebenarnya rumah Betang adalah
jantung dari struktur sosial kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan
cerminan mengenai kebersamaan dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam
rumah Betang ini setiap kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat
secara sistematis diatur melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam
hukum adat. Keamanan bersama, baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan,
suka-duka maupun mobilisasi tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang
menonjol dalam kehidupan di rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme)
di antara para warga yang menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang
mereka miliki.
Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara
yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke
Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam rumah kecil yang
memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada acara Tiwah ini
sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar dan diletakkan ke
tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong
maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut di letakkan di
tempatnya (Sandung).
Hampir
semua daerah di Indonesia mempunyai pakaian adat sendiri. Warna dan rancangan
pakaiannya sangat indah. Pakaian khas tersebut selain indah juga mempunyai arti
tertentu. Untuk saat ini pakaian adat banyak yang tidak dipergunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Biasanya pakaian adat digunakan saat upacara adat,
upacara perkawinan dan saat memperagakan tarian atau pertunjukan daerah.
Masyarakat Dayak menciptakan beberapa jenis pakaian tradisional untuk
pelbagai keperluan acara adat. Di antaranya adalah bulang (baju) kuurung. Ada
beberapa macam model: baju kuurung sapek tangan yaitu baju kuurung tidak
berlengan, baju kuurung dokot tangan yakni baju kuurung lengan pendek, clan
baju kuurung langke tangan ialah baju kuurung lengan panjang. Model baju
kuurung sesungguhnya sudah tua. Ketika masyarakat dayak Taman baru mengenal
baju dari kulit kayu modelnya berbentuk baju kuurung. Baju berlubang leher
bentuk bulat atau segitiga ini tidak berkerah clan polos tidak bersaku. Kain
berupa pita berwarna lain daripada warna bajunya dijahitkan pada bagian tepi
baju. Yada pita itu dipasang kancing-kancing yang hanya berfungsi sebagai
hiasan. Sekarang, baju kuurung hanya dipakai oleh para balien (dukun) dengan
memilih warna hitam clan pada bagian-bagian pinggir bajunya diberi les atau
pita kain warna merah yang lebarnya sekitar 3 cm. Yang dipakai oleh para balien
wanita disebut bulang kalaawat.
Bentuknya sama dengan bulang kuurung hanya bagian depannya terbelah seperti
kemeja pria biasa, clan berlengan pendek. Sebagai kancing untuk mempertemukan
kedua sisi baju dibuat dari tali kain berwarna. Dahulu, baju kalaawat ini
dipakai oleh setiap wanita remaja, dewasa, clan orang tua. Sekarang hanya
dipakai oleh dukun-dukun wanita, dan wanita lanjut usia.
Dari berbagai ragam busana tradisional yang dimiliki masyarakat Dayak
Taman, baju burai king burai clan baju manik king manik, agaknya, yang paling
popular sehingga hampir setiap keluarga Dayak Taman memilikinya. Terutama baju
burai king burai, yang kerap digunakan pada peristiwa-peristiwa penting seperti
perhelatan adat atau perkawinan.
1. Sipet / Sumpitan
Merupakan
senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 –
2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang
digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang
terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak
sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.
2. Lonjo / Tombak
Dibuat dari besi
dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau
kayu keras.
3. Telawang / Perisai
Terbuat dari
kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm.
Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah
dalam dijumpai tempat pegangan.
4. Mandau
Merupakan
senjata utama dan merupakan senjata turun temurun yang dianggap keramat.
Bentuknya panjang dan selalu ada tanda ukiran baik dalam bentuk tatahan maupun
hanya ukiran biasa. Mandau dibuat dari batu gunung, ditatah, diukir dengan
emas/perak/tembaga dan dihiasi dengan bulu burung atau rambut manusia. Mandau
mempunyai nama asli yang disebut “Mandau Ambang Birang Bitang Pono Ajun Kajau”,
merupakan barang yang mempunyai nilai religius, karena dirawat dengan baik oleh
pemiliknya.
Batu-batuan yang
sering dipakai sebagai bahan dasar pembuatan Mandau dimasa yang telah lalu
yaitu: Batu Sanaman Mantikei, Batu Mujat atau batu Tengger, Batu Montalat.Mandau
adalah senjata tajam sejenis parang berasal dari kebudayaan Dayak di
Kalimantan. Mandau termasuk salah satu senjata tradisional Indonesia. Berbeda
dengan parang, mandau memiliki ukiran – ukiran di bagian bilahnya yang tidak
tajam. Sering juga dijumpai tambahan lubang-lubang di bilahnya yang ditutup
dengan kuningan atau tembaga dengan maksud memperindah bilah mandau.
5. Kumpang
Kumpang adalah
sarung bilah mandau. Kumpang terbuat dari kayu dan lazimnya dihias dengan
ukiran. Pada kumpang terikat pula semacam kantong yang terbuat dari kulit kayu
berisi pisau penyerut dan kayu gading yang diyakini dapat menolak binatang
buas. Mandau yang tersarungkan dalam kumpang biasanya diikatkan di pinggang
dengan jalinan rotan. Menurut literatur di Museum Balanga, Palangkaraya, bahan
baku mandau adalah besi (sanaman) mantikei yang terdapat di hulu Sungai
Matikei, Desa Tumbang Atei, Kecamatan Sanaman Matikei, Katingan. Besi ini
bersifat lentur sehingga mudah dibengkokan. Mandau asli harganya dimulai dari
Rp. 1 juta rupiah. Mandau asli yang berusia tua dan memiliki besi yang kuat
bisa mencapai harga Rp. 20 juta rupiah per bilah.
6. Dohong
Senjata ini
semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat
dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh
kepala-kepala suku, Demang, Basir.
F.
Kesenian
Suku Dayak
memiliki berbagai bentuk kesenian, antara lain:
1. Seni Tari
· Tari Gantar
Tarian yang
menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk
sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan
wadahnya.
Tarian ini cukup
terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara
lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal
oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari
Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.
·
Tari Kancet Papatai / Tari Perang
Tarian ini
menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya.
Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang
diikuti oleh pekikan si penari.
Dalam tari
Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah
dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang.
Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.
·
Tari Kancet Ledo / Tari Gong
Jika Tari Kancet
Pepatay menggambarkan kejantanan dan keperkasaan pria Dayak Kenyah, sebaliknya
Tari Kancet Ledo menggambarkan kelemahlembutan seorang gadis bagai sebatang
padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin.
Tari ini
dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak
Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung
Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo
disebut juga Tari Gong.
·
Tari Kancet Lasan
Menggambarkan
kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak
Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet
Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan
posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong
dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi
merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini
lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan
hinggap bertengger di dahan pohon.
·
Tari Leleng
Tarian ini
menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa
oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya
melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan
dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.
·
Tari Hudoq
Tarian ini
dilakukan dengan menggunakan topeng kayu yang menyerupai binatang buas serta
menggunakan daun pisang atau daun kelapa sebagai penutup tubuh penari. Tarian
ini erat hubungannya dengan upacara keagamaan dari kelompok suku Dayak Bahau
dan Modang. Tari Hudoq dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan dalam mengatasi
gangguan hama perusak tanaman dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil
panen yang banyak.
·
Tari Hudoq Kita'
Tarian dari suku
Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau
dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan
rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik.
Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita' dan Tari Hudoq ada pada
kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita'
menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung,
sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan
ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita', yakni
yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan
ornamen Dayak Kenyah.
·
Tari Serumpai
Tarian suku
Dayak Benuaq ini dilakukan untuk menolak wabah penyakit dan mengobati orang
yang digigit anjing gila. Disebut tarian Serumpai karena tarian diiringi alat
musik Serumpai (sejenis seruling bambu).
·
Tari Belian Bawo
Upacara Belian
Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar
dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan
pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan
tarian suku Dayak Benuaq.
·
Tari Kuyang
Sebuah tarian
Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga
pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang
menebang pohon tersebut.
·
Tari Pecuk Kina
Tarian ini
menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo
Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan
waktu bertahun-tahun.
·
Tari Datun
Tarian ini
merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh
10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh
seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai
tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini
berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.
·
Tari Ngerangkau
Tari Ngerangkau
adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq.
Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara
teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.
·
Tari Baraga' Bagantar
Awalnya Baraga'
Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari
Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh
suku Dayak Benuaq.
2. Seni Musik Tradisional
Suku Dayak
memiliki bermacam-macam alat musik, baik berupa alat musik petik, pukul dan
tiup. Dalam kehidupan sehari-hari suku di pedalaman ini, musik juga merupakan
sarana yang tidak kalah pentingnya untuk penyampaian maksud-maksud serta puja
dan puji kepada yang berkuasa, baik terhadap roh-roh maupun manusia biasa.
Selain itu musik alat-alat musik ini digunakan untuk mengiringi bermacam-macam
tarian.
Seperti halnya
dalam seni tari, pada seni musik pun mereka memiliki beberapa bentuk ritme,
serta lagu-lagu tertentu untuk mengiringi suatu tarian dan upacara-upacara
tertentu. Masing-masing suku memiliki kekhasannya sendiri-sendiri.
Gendang
Ada beberapa
jenis Gendang yang dikenal oleh suku Dayak Tunjung : Prahi, Gimar, Tuukng Tuat, Pampong
Genikng
Sebuah gong
besar yang juga digantungkan pada sebuah standar (tempat gantungan) seperti
halnya gong di Jawa.
Gong
Sama seperti
gong di Jawa, dengan diameter 50-60 cm
Glunikng
Sejenis alat
musik pukul yang bilah-bilahnya terbuat dari kayu ulin. Mirip alat musik saron
di Jawa.
Jatung Tutup
Gendang besar
dengan ukuran panjang 3 m dan diameter 50 cm
Jatung Utang
Sejenis alat
musik pukul dari kayu yang berbentuk gambang. Memiliki 12 kunci, tergantung
dari atas sampai bawah dan dimainkan dengan kedua belah tangan.
Kadire
Alat musik tiup
yang terbuat dari pelepah batang pisang dan memiliki 5 buah pipa bambu yang
dibunyikan dengan mempermainkan udara pada rongga mulut untuk menghasilkan
suara dengung.
Klentangan
Alat musik pukul
yang terdiri dari enam buah gong kecil tersusun menurut nada-nada tertentu pada
sebuah tempat dudukan berbentuk semacam kotak persegi panjang (rancak). Bentuk
alat musik ini mirip dengan bonang di Jawa. Gong-gong kecil terbuat dari logam
sedangkan tempat dudukannya terbuat dari kayu.
Sampe
Sejenis gitar
atau alat musik petik dengan dawai berjumlah 3 atau 4. Biasanya diberi hiasan
atau ukiran khas suku Dayak.
Suliikng
Alat musik tiup
yang terbuat dari bambu. Ada beberapa jenis suliikng : Bangsi / Serunai,
Suliikng Dewa, Kelaii dan Tompong.
Taraai
Sebuah gong
kecil yang digantungkan pada sebuah standar (tempat gantungan). Alat pemukul
terbuat dari kayu yang agak lunak.
Uding (Uring)
Sebuah kecapi
yang terbuat dari bambu atau batang kelapa. Alat musik ini dikenal juga sebagai
Genggong (Bali) atau Karinding (Jawa Barat).
Sampek
Sampek
merupakan alat musik tradisional khas Suku Dayak, terbuat dari berbagai macam
jenis kayu (Kayu Arrow, Kayu Kapur, dan Kayu Ulin). Alat musik ini ada 3 jenis
yang pertama mempunyai 3 senar, yang kedua mempunyai 4 senar dan yang ketiga
mempunyai 6 senar. Setiap instrument musik tradisional Sampek ini mempunyai
ukiran sesuai dengan keinginan pembuatnya.
3. Seni Pementasan
Kesenian Tradisional
Dalam berbagai catatan baik dalam dan
luar negeri, suku Dayak Kayaan grup (diantaranya; Kenyah, Kayaan, Bahau,
Bukat/Punaan, dan lainnya) di Pulau Borneo dikenal memiliki kesenian yang cukup
tinggi. Seperti musik Sape’ pakaian khas berbulu binatang beruang atau harimau
dan bulu burung enggang, ukiran/motif serta kelenturan gemulai tariannya,
dirasa perlu untuk dipertunjukan langsung oleh suku ini di hadapan komunitas
masyarakat lainnya, agar publik mengetahui kekayaan seni dan budaya suku ini.
Di sekitar tempat
tinggalmu, mungkin ada yang menjumpai sejumlah suku bangsa, tidak hanya satu suku bangsa. Mengapa
demikian? Indonesia negara kesatuan. Hubungan antarpulau sudah terjadi sejak
zaman dahulu. Ketersediaan angkutan laut sangat memudahkan hubungan antarpulau.
Banyak suku bangsa dari satu pulau pindah ke pulau yang lain. Mereka menetap di tempat yang baru. Jadilah penduduk setempat. Kemudian menjadi penduduk desa atau kelurahan, kecamatan dan kabupaten atau kotamu. Ada juga program transmigrasi yang menyebabkan bercampurnya
suatu suku bangsa asli dengan suku pendatang. Masing-masing dari mereka memiliki budaya yang berbeda. Tidak hanya budaya, agama mereka pun juga mungkin berbeda. Suatu tempat yang terdapat suku dan budaya yang beragam tentunya sangat rawan dan dapat menyulut adanya perpecahan antarsuku. Namun ternyata hal ini tidak terjadi karena bangsa Indonesia memegang teguh semboyan Bhineka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika berarti berbedabeda tetapi tetap satu juga. Kata Bhineka Tunggal Ika diambil dari kitab Sutasoma karangan Empu Tantular, seorang pujangga dari Majapahit. Bunyi selengkapnya adalah Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Semboyan bangsa Indonesia ini tertulis pada kaki lambang negara Garuda Pancasila. Bhinneka Tunggal Ika merupakan alat pemersatu bangsa. Untuk itu kita harus benar-benar memahami maknanya. Negara kita juga memiliki alat-alat pemersatu bangsa yang lain, yakni:
Banyak suku bangsa dari satu pulau pindah ke pulau yang lain. Mereka menetap di tempat yang baru. Jadilah penduduk setempat. Kemudian menjadi penduduk desa atau kelurahan, kecamatan dan kabupaten atau kotamu. Ada juga program transmigrasi yang menyebabkan bercampurnya
suatu suku bangsa asli dengan suku pendatang. Masing-masing dari mereka memiliki budaya yang berbeda. Tidak hanya budaya, agama mereka pun juga mungkin berbeda. Suatu tempat yang terdapat suku dan budaya yang beragam tentunya sangat rawan dan dapat menyulut adanya perpecahan antarsuku. Namun ternyata hal ini tidak terjadi karena bangsa Indonesia memegang teguh semboyan Bhineka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika berarti berbedabeda tetapi tetap satu juga. Kata Bhineka Tunggal Ika diambil dari kitab Sutasoma karangan Empu Tantular, seorang pujangga dari Majapahit. Bunyi selengkapnya adalah Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Semboyan bangsa Indonesia ini tertulis pada kaki lambang negara Garuda Pancasila. Bhinneka Tunggal Ika merupakan alat pemersatu bangsa. Untuk itu kita harus benar-benar memahami maknanya. Negara kita juga memiliki alat-alat pemersatu bangsa yang lain, yakni:
1. Dasar
Negara Pancasila
2. Bendera
Merah Putih sebagai bendera kebangsaan
3. Bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa persatuan
4. Lambang
Negara Burung Garuda
5. Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya
6. Lagu-lagu
perjuangan
Masih banyak alat-alat
pemersatu bangsa yang sengaja diciptakan agar persatuan dan kesatuan bangsa
tetap terjaga. Bisakah kamu menyebutkan yang lainnya? Persatuan dalam keragaman
memiliki arti yang sangat penting. Persatuan dalam keragaman harus dipahami
oleh setiap warga masyarakat agar dapat mewujudkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Kehidupan
yang serasi, selaras dan seimbang
2. Pergaulan
antarsesama yang lebih akrab
3. Perbedaan
yang ada tidak menjadi sumber masalah
4. Pembangunan
berjalan lancer
Adapun sikap yang perlu
dikembangkan untuk mewujudkan persatuan dalam keragaman antara lain:
1. Tidak
memandang rendah suku atau budaya yang lain
2. Tidak
menganggap suku dan budayanya paling tinggi dan paling baik
3. Menerima
keragaman suku bangsa dan budaya sebagai kekayaan bangsa yang tak ternilai
harganya
4. Lebih
mengutamakan negara daripada kepentingan daerah atau suku masing-masing
Kita mesti bangga, memiliki suku dan budaya yang beragam. Keragaman suku dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya. Bangsa asing saja banyak yang berebut belajar budaya daerah kita. Bahkan kita pun sempat kecolongan, budaya asli daerah kita diklaim atau diakui sebagai budaya asli bangsa lain. Karya-karya putra daerah pun juga banyak yang diklaim oleh bangsa lain. Untuk itu, akankah kita mengabaikan budaya daerah kita?
Kita mesti bangga, memiliki suku dan budaya yang beragam. Keragaman suku dan budaya merupakan kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya. Bangsa asing saja banyak yang berebut belajar budaya daerah kita. Bahkan kita pun sempat kecolongan, budaya asli daerah kita diklaim atau diakui sebagai budaya asli bangsa lain. Karya-karya putra daerah pun juga banyak yang diklaim oleh bangsa lain. Untuk itu, akankah kita mengabaikan budaya daerah kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar