BAB I
PENDAHULUAN
Pesantren merupakan suatu lembaga pendidikan Islam
yang tertua di Indonesia. Secara
terminologis pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan tradisional
Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran
Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku
sehari-hari.[1]
Menurut Dhofier harus ada sekurang-kurangnya 5 elemen untuk
dapat disebut pesantren yaitu pondok, masjid, pengajian kitab-kitab Islam
klasik, santri dan kyai.
Mastuhu mengemukakan unsur-unsur pesantren yaitu : pelaku
(kyai, ustadz, santri dan pengurus), sarana perangkat keras (masjid, rumah
kyai, pondok, gedung perpustakaan, aula), sara perangkat lunak (tujuan,
kurikulum, kitab, buku-buku, cara belajar, evaluasi belajar mengajar).[2]
Ditinjau dari keterbukaan terhadap perubahan yang terjadi
dari luar, pesantren dibagi menjadi 2, pesantren tradisional/salafi yang bersifat
konservatif dan pesantren khalafi/modern yang besifat adaptif.[3]
Pada makalah ini akan dibahas tentang pendidikan di
Pondok Pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur meliputi latar belakang
berdirinya, perkembangannya, struktur organisasi kepengurusan dan
personalianya, sistem pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
PENDIDIKAN DI PONDOK PESANTREN TEBUIRENG JOMBANG
JAWA TIMUR
A.
Latar Belakang Berdirinya
Tebuireng ini adalah nama sebuah desa yang terletak di
8 km jurusan Jombang-Pare/Kediri, hanpir berhadapan dengan pabrik Gula Cukir.
Masuk kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Propinsi Jawa Timur.[4]
Menurut cerita, nama Tebuireng berasal dari “Kebo
Ireng” (kerbau hitam).
Konon, ketika itu ada seorangf penduduk yang memili kerbau berkulit kuning
(bule atau albino). Suatu hari kerbau tersebut menghilang. Menjelang senja,
ditemukan kerbau itu dalam keadaan hampir mati karena terperosok di rawa-rawa
yang banyak dihuni lintah. Sekujur tubuhnya penuh dengan lintah, sehingga kulit
kerbau berubah menjadi hitam. Sejak itu, dusun tempat ditemukannya kerbau itu
dikenal dengan nama Kebo Ireng.
Namun, ada versi lain yang
menuturkan bahwa nama Tebuireng bukan berasal dari cerita di atas, tetapi
diambil dari seorang penggawa kerajaan Majapahit yang masuk Islam yang kemudian
tinggal di dusun tersebut. Ketika dusun itu mulai rame, nama kebo ireng berubah
menjadi Tebuireng. Tidak diketahui dengan pasti apakah karena itu ada kaitannya
dengan munculnya pabrik gula di selatan dusun tersebut yang telah banyak
mendorong masyarakat untuk menanam tebu sebagai bahan baku gula, yang mana tebu
yang ditanam berwarna hitam, maka pada akhirnya dusun tersebut berubah menjadi
Tebuireng.
Pendiri Pondok Pesantren
Tebuireng adalah K.H. M. Hasyim Asy’ari putra K. Asy’ari. Beliau dilahirkan
pada hari selasa kliwon, pada tanggal 24 Dzulqa’dah 1287 H / 14 Februari 1871 M
di Pondok Kyai Utsman di Nggedang(sebuah desa di sebelah utara kota Jombang).[5]
Selama lima tahun K.H.M. hasyim
Asy’ari hidup di sisi orang neneknya. Dalam usia 6 tahun, beliau diajak pindah
orang tuanya ke desa Keras, inilah pertama kali beliau merakan perubahan hidup.
Disitulah beliau mula-mula menerima santapan rohani dan pengajaran agama dari
ayahnya. Setelah umur 13 tahun beliau mulai pergi ke berbagai pondok pesantren.
Baliau menikah pada tahun 1308 H
/ 1892 M, pada saat berumur 21 tahun. Sedang beberapa tahun, beliau dengan
istri dan mertuanya pergi ke baitullah untuk ibadah haji.
Pada tahun 1899 M, setelah 7
tahun beliau berada di sisi Ka’batullah, beliau kembali ke tanah air Indonesia.
Sekembalinya dari Makkah, beliau konsentrasi untuk mengajarkan ilmunya.
Beliau memilih Tebuireng yaitu
sebuah desa yang letaknya jauh dari kota Jombang. Disamping letaknya yang jauh
dari kota/kabupaten, Tebuirenga merupakan kelurahan yang tidak aman, karena di
desa itu penuh dengan penduduk yang belum beragama, hidup dengan adat istiadat
yang sangat bertentangan dengan perikemanusiaan.
Pada saat berdirinya Pondok
Pesantren Tebuireng ini pada mulanya mendapat tantangan keras dari masyarakat
tetapi dengan keuletan dan kebijaksanaan K.H.M. Hasyim Asy’ari, kehidupan
masyarakat Tebuireng mengalami transformasi menjadi sebuah pola kehidupan baru
dimana ajaran Islam menjiwai secara dominan.[6]
Akhirnya fitnah, ancaman dan
lain-lain berangsur-angsur hilang laksana mega ditutup angin. Pada tanggal 26
Rabi’ul Awal 1899 M, berdirilah Pondok Pesantren Tebuireng. Sebuah pesantren
yang bersejarah dalan pergerakan Islam di Indonesia yang mendapat dukungan
penuh dari masyarakat setempat sebagai sebuah pesantren yang besar dan sangat
berpengaruh. Perbuatan-perbuatan kemaksuatan mulai menjauh dari Tebuireng. Dan
santri-santri makin hari, semakin banyak. Pondok pesantren ini resmi diakui
oleh pemerintah Belanda tanggal 6 Feburuari 1906.[7]
B.
Perkembangan Pondok Pesantren Tebuireng
1.
Masa Perintisan
Pada mulanya Pondok Pesantren Tebuireng ini terdiri
dari sebuah teratak yang luasnya cuma beberapa meter bukur sangkar saja,
kira-kira 6 x 8 barak. Teratak ini terbagi atas 2 buah petak rumah, yang sebuah
untuk tempat tinggal KH. Hasyim Asy’ari dan sebuah lagi untuk tempat
sembahyang. Makin hari makin banyak tertak-teratak yang didirikan oleh
santri-santri yang belajar disitu. Pada hari-hari pertama Jumlah santri adalah 28,
makin hari makin bertambah.
K.H.M Hasyim Asy’ari tidak pernah mencaci maki orang
karena kesalahannya/tindakanya yang bertentangan dengan agama Islam. Beliau tidak ingin membangkitkan
kebencian orang tetapi masih banyak jalan lain yang benar kepadanya, agar orang
jahil itu mengetahui dan yan bebal mengerti kesalahannya. Dengan pendirian dan
dasar sikap K.H.M. Hasyim Asy’ari inilah yang dapat menawan beribu-ribu murid
dan pengikutnya di Jawa dan di luar Jawa.[8]
2.
Masa Pertumbuhan Dan Pembaharuan
Pondok pesantren Teuireng sejak berdirinya tahun
1899-1816 M, dalam hal proses belajar mengajar menerapakan beberapa sistem,
antara lain : sorogan, weton, bandongan dan sistem kelas musyawarah. Pada saat
itu hanya berbentuk pengajian saja, belum mengenal sistem klasikal. Baru pada
tahun 1916 M pondok tersebut telah mengalami perubahan yaitu mengenal sistem
klasikal. Namun pelajarannya masih mentikberatkan kepada pelajaran agama saja
belum mengenal pelajaran umum.
Usaha pembaharuan
Pondok Pesantren Tebuireng dapat terwujud selang berpuluh tahun sejak
berdirinya. Salah seorang yang turut menyumbangkan tenaganya adalah K. Moh.
Ilyas, saudara sepupu
K.H.A. Wahid Hasyim.
Revolusi terjadi pada
pengajaran dalam madrasah, yaitu dengan memasukan pengajaran umum kedalam madrasah
itu. Kyai Ma’shum adalah anggota pimpinan Tebuireng yang pertama kali
mengenakan sistem madrasah pada tahun 1916.
K.
Moh. Ilyas menggantikan Kyai Ma’shum sebagai direktur madrasah pada tahun 1928
M. Sedangkan Kyai MA’shum sendiri ditunjuk untuk memimpin pesantren Seblak.
Pada tahun 1934, madrasah diperpanjang masa belajarnya menjadi 6 tahun.[9]
Selanjutnya
atas usul KH.A. Wahid Hasyim pada tahun 1934 M, Tebuireng mulai didirikan
madrasah Nidzamiyah. Pada tahun 1938 M, madrasah Nidzamiyah ditiadakan pada waktu
K.H.A. wahid Hasyim mulai aktif sebagai pimpinan Nahdhotul Ulama’.
Dalam
periode ini telah didirikan jenjang-jenjang pendidikan sebagai berikut : Madrasah
Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah,. Madrasah Muallimin. Madrasah-madrasah itu tetap berjalan tetapi Madrasah Muallimin telah
dihapuskan pada ahun 1984.
Pada tahun 1967 M, KH.
M. Yusuf Hasyim sebagai direktur pondok Pesantren Tebuireng bersama para ulama
dengan modal keberaniann dan keikhlasan mendirikan Universitas Hasyim Asy’ari
yang disingkat menjadi UNHASY.
Nama ini diambil dari pendiri Pondok Pesantren Tebuireng yakni K.H.M. Hasyim
Asy’ari. UNHASY didirikan dengan tujuan menampung para pelajar lulusan Madrasah Aliyah dari
Pesantren Tebuireng dan pesantren lain atau fakultas-fakultas antara lain :
1.
Fakultas Syaria’ah Jurusan Peradilan Islam
2.
Fakultas Dakwah Jurusan PPAI
3.
Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam
4.
Fakultas Ushuludin Bertempat di PP. Denanyar
Pada tahun 1971 M,
Pondok Pesantren Tebuireng mendirikan
sebuah madrasah Al-Hufadz yang bertujuan untuk mencetak santri yang terampil
dalam bidang Al-Quran hifzan wa ma’nan ma’amalan, yang mendidik para siswa agar
tidak hanya menguasai pengetahuan islam di tingkat dasar dan menengah dan
bahasa Arab. Namun juga mampu menghafal Al-Quran. Mereka juga mempelajari
Qira’ah Sab’ah.[10]
C. Struktur Organisasi
Kepengurusan Dan Personalia Pondok Pesantren Tebuireng
Setiap lembaga pendidikan selalu
mempunyai pengurus yang mengelola dan mempertanggung jawabkan terhadap lembaga
pendidikan tersebut, begitu juga dengan Pondok Pesantren Tebuireng . Pada tahun 1899 M, belum ada istilah struktur
organisasi pengurus dan personalia, yang ada hanya istilah lurah pondo yang
bertugas menangani semua kegiatan dan memenuhi kebutuhan para santri dalam
bidang penkdidikan.
Kemajuan pesat Pondok Pesantren Tebuireng dibanding dengan periode
sebelumnya adalah setelah tampak pimpinan dipegang oleh K.H.M. Yusuf Hasyim.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemajuan tersebut adalah pola kepemimpinan
kolektif yang dikembangkan oleh K.H.M. Yusuf Hasyim, sejak ia menjadi pengasuh
dan pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng.
Kepemimpinan di Pesantren
Tebuireng ini secara keseluruhan belum bisa dikategorikan ke dalam kepemimpinan
rasional (kepemimpinan yang bersandar pada keyakinan dan pandangan santri /
jamaahnya bahwa kyai mempunyai kekuasaan karena ilmu pengetahuannya yang dalam
dan luas). Memang K.H.M. Yusuf Hasyim disegani, tetapi keberadaannya labih
banyak ditentukan oleh posisi dirinya sendiri sebagai penerus kyai Pesantren
Tebuireng yang sangat kharismatik K.H. Hasyim Asy’ari.[11]
Pergantian pengasuh dan pimpinan
di Pondok Pesantren Tebuireng adalah sebagai berikut : setelah K.H.M. Hasyim
Asy’ari wafat pada tahun 1947, pengasuh pondok dipegang oleh K.H.A. Wahid
Hasyim sampai tahun 1950. Pada waktu menjadi menteri agama RI beliau
menyerahkan pimpinan kepada K.H.A. Karim Hasyim kemudian digantikan oleh K.H.A.
Baidlawi, penggantian ini berlangsung pada tahun 1951. Pada tahun 1952,
pimpinan pondok diserahkan pada K.H.A. Chalik Hasyim. Pada tahun 1965, K.H.A.
Chalik Hasyim wafat, maka sejak itu hingga sekarang diasuh oleh K.H.M. Yusuf
Hasyim.[12]
Pengurus Pondok Pesantren
Tebuireng berada di bawah Yayasan Hasyim Asy’ari, yang berdiri pada tahun 1983.
Yayasan Hasyim Asy’ari merupakan penguasa tertinggi di Pondok Pesantren
Tebuireng. Untuk mengerjakan kegiatan sehari-hari diserahkan kepada pengurus
pusat Pondok Pesantren Tebuireng. Selanjutnya pengurus pusat ini membawahi
langsung beberapa unit yang ada di bawahnya, meliputi : Madrasah Diniyah yang
semula dikoordinir oleh Drs. A. Musta’in Syafi’i, namun sekarang dikoordinir
oleh sekolah masing-masing. Disamping itu, juga ada unit Madrasah Tsanawiyah,
Madrasah Aliyah, SMP, SMA A. Wahid Hasyim, perpustakaan, DPI, Koperasi, majalah,
kesehatan dan keamanan.
Adapun struktur organisasi dan
personalia pengurus Pondok Pesantren Tebuireng terdiri dari pengurus pusat yang
langsung membawahi unit-unit. Unit-unit di atas hanya mempunyai kekuasaan
melaksanakan program-program dari pengurus pusat.[13]
Kemajuan Pondok Pesantren
Tebuireng Jombang rupanya menarik
perhatian dan simpati Masyarakat islam. Jumlah santri dari tahun kr tahun
terjadi pelonjkan yaitu pada tahun 1899, jumlah santri 28 orang, jumlah santri
menjadi lebih dari 200 orang. Menjelang akhir 1970-an dan 10 tahun berikutnya
melonjak hampir mencapai 200 orang santri.[14]
D.
Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Tebuireng
1)
Sistem Pengajaran Kitab – kitab Kuning
Sistem pendidikan yang digunakan untuk mendalami kitab
salaf di Pondok
Pesantren Tebuireng yaitu sistem sorogan dan sistem weton atau bandongan.
Sistem sorogan oleh K.H.Abd. Rahman Usman di pahami dengan istilah Takhasus.
Kyai yang mengajar sistem sorogan
adalah :
1.
Drs.
K.H. Syuhada Syarief
2.
Drs.
K.H. Musta’in Syafi’i
3.
Ust.
Abd. Aziz Sukarto Faqih
4.
Drs.
K.H. Abd. Rahman Usman
Materi
atau kitab diajarkan antara lain: Sharaf, Fiqh, Tauhid, Tafsir, Tasawuf dan
Hadist. Materi yang biasa diikuti para santri adalah Nahwu, Sharaf, Tafsir dan
Fiqh.
Sistem
sorogan dalam pengajian ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan
sistem pendidikan islam tradisional, sifat sitem ini menuntut kesabaran,
kerajinan, ketaatan dan kedisiplinan pribadi dari murid.
Pelaksanaan
sorogan ini biasanya didalam masjid yaitu para santri berbentuk melingkar
dihadapan kiyai (Kiyai didalam pengimanan). Namun, pada saat ini pelaksanaan
pengajian sorogan tertempat diberbagai tempat, ada yang dirumah kiyai, kadang
ada yang berada dikamar santri sendiri. [15]
Sistem
weton adalah sistem yang banyak dipakai diberbagai pondok pesantren, demikian
halnya dipondok pesantren tebuireng. Tingkat perbandingan ustadz memakai sistem
sorogan dan weton dengan 4:30 ustadz. utadz-ustadz ini memiliki sebuah santri dan kebanyakan pula
para santri tersebut memilih sistem weton.
Adapun
sarana untuk pengajian weton adalah dikomplek pesantren, serambi masjid,
gedung-gedung sekolah, dirumah para pengasuh(K.H Adlan Ali, Drs. K.H Syuhadah Syarief,
Drs. K.H Abd. Rahman Usman). [16]
2)
Sistem Madrasah Salafiyah Syafi’iyah.
Madrasah Salafiyah Syafi’iyah (MASS) yang ada di Pondok
Pesantren Tebuirng pada tahun 1988 adalah sebagai berikut:
a.
Madrasah Salafiyah
Syafi’iyah Tingkat Tsanawiyah.
MASS tingkat salafiyah
berdiri pada tahun 1946, berbagai kepala sekolahnya adalah Moch. Sathori dari Blitar.
Pada saat itu situasi tanah air dalam keadaan perang melawan belanda yang ingin
menguasai kembali Republik Indonesia yang baru merdeka dengan membonceng
pasukan sekutu inggris.
Kurikulum MASS tingkat
Tsanawiyah pada tahun 1947 masih bertitik tolak pada pengetahuan agama dan
sedikit pengetahuan umum. Karena banyak siswa berminay mengikuti UN/Ingin
mendapat ijasah, maka diadakan pembaharuan, mengikuti pada kurikulum DEPAG RI.
Namum tidak mutlak mengikuti DEPAG RI yakni dengan presentase 70% pengetahuan
umum 30% pengetahuan agama. [17]
b.
Madrasah Salafiyah
Syafi’iyah Tingkat Aliyah.
Kurikulum MASS Aliyah
Tebuireng adalah kombinasi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1984, dengan tetap
mempertahankan ciri khas aliyah Tebuireng. Dilihat dari presentasinya 65%
pengetahuan agama dan 35% pengetahuan umum dengan 45 mata pelajaran. [18]
3)
Sistem Sekolah Umum.
Sistem sekolah umum yang ada dipondok Pesantren Tebuireng
adalah sebagai berikut:
a.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Wahid Hasyim.
Tujuan berdirinya SMP A.
Wahid Hasyim antara lain:
-
Melihat arus dari minat
para anak untuk melanjutkan kesekolah umum.
-
Membentuk kader yang
tangguh dalam bidang ilmu yang bersifat umum dan agamis.
-
Sebagai jembatan dakwah
melalui sekolah umum.
-
Menyiapkan tenaga yang
mampu mengikuti teknologi modern yang bertakwa kepada tuhan YME.
Kurikulum SMP A. Wahid
Hasyim mengikuti kurikulum Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hanya ada
program diniyah(Pendalaman agama) sebanyak 30% yang dikelola oleh para guru
dengan mengikuti kebijakan yayasan. Adapun materi tambahannya adalah Al-qur’an,
Ibadah dan Akhlak. [19]
b.
Sekolah Menengah Atas A. Wahid Hasyim
SMA A. Wahid Hasyim adalah dibawah naungan yayasan Hasyim
Asy’ari Tebuireng DEPDIKBUD.
Kurikulum SMA A. Wahid Hasyim mengikuti kurikulum
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 1984 edisi 1987. Untuk pelajaran agama
sesuai dengan kurikulum adalah 2 jam pelajaran, namun ditambah dengan mata
pelajaran lain meliputi: Tauhid, Fiqh, Tajwid, Hadist, Tarikh Islam, Tafsir,
Bahasa Arab, Nahwu, Sharaf. [20]
Jumlah jam pelajaran
keseluruhan 48 jam, dengan rincian 38 jam mata pelajaran yang sesuai dengan
kurikulum 1984 dan 10 jam pelajaran agama(Diniyah). Dengan demikian
presentasenya pelajaran umum 75% dan pelajaran agama 25%.
4)
Sistem Pendidikan Madrasah Al-Qur’an.
Madrasah Al-Qur’an berdiri pada tanggal 27 Syawal tahun
1931 H, bertepatan pada tanggal 15 Desember 1971. Madrasah ini lahir melalui
proses hasil musyarah dari sembilan orang kiyai, tokoh masyarakat dan pengasuh
Pondok Pesantren Tebuireng, sebagai perwujudan cita-cita luhur terpadu dari dua
pahlawan yaitu K.H. M. Hasyim Asy’ari dan K.H. A. Wahid Hasyim.
Adapun tujuan dari Madrasah Al-Qur’an adalah membuntuk
pribadi muslim, khamil Al-Qur’an. Lafdzan wa ma’nam. Wa amalan, tidak hanya
mencetak hafidzm saja, lebih dri itu mereka harus dapat menghayati isi
kandungan Al-Qur’an seta mengamalkanya.
Kurikulum Madrasah Al-Qur’an berbeda dengan kurikulum di
MASS Tsanawiyah dan MASS Aliyah namun memiliki corak tersendiri, karena
disamping mempelajari agama lebih khusus
lagi menghafal Al-Qur’an.
Sistem yang dipakai oleh Madrasah Al-Qur’an Tebuireng
adalah, sebagai berikut:
1.
Diutamakan Fashahahnya,
setelah Fashahahnya sudah menguasai baru ketahap berikutnya.
2.
Tahap menghafal Al-Qur’an
Dari cara tersebut dapat
diketahui bahwa bukan hafal dahulu, baru Fashahahnya, namun Fashahah dahulu
baru hafalanya. Karena kalau hafalan dahulu, akan mendapat hambatan yaitu
biasanya para santri yang sudah hafal sulit diperbaiki Fashahahnya.[21]
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pondok Pesantren Tebuireng ini, didirikan oleh K.H.M.
Hasyim Asy’ari pada tahun 1899 M dan diakui resmi oleh Pemerintah Belanda pada
tanggal 6 Februari 1906.
Pondok Pesantren Tebuireng sejak berdirinya tahun
1899sampai 1916 M dalam hal proses belajar mengajar menerapkan sistem sorogan,
weton, bendongan, dan sitem telas musyawarah, pada tahun 1916 M pondok tersebut
telah mengalami perubahan yaitu mengenalkan sistem klasikal. Revolusi juga
terjadi pada pengajaran dalam Madrasah, dengan memasukan pengajaran umum
kedalam Madrasah.
Pengurus Pondok Pesantren Tebuireng ini berada dibawah
yayasan Hasyim Asy’ari yangn berdiri pada tahun 1983. Adapun stuktur organisasi
dan personalia pengurusnya terdiri dari pengurus pusat yang langsung membawahi
unit-unit.
Sistem pendidikan Pondok Pesantren Tebuireng meliputi:
sistem pengajaran kitab-kitab kuning ( sorogan, weton, bendongan), sistem
Madrasah Salafiyah Syafi’iyah ( MASS tingkat Tsanawiyah, MASS tingkat Aliyah),
sistem sekolah umum ( SMP A. Wahid Hasyim, SMA A. Wahid Hasyim), sitem Madrasah
Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Atjeh, Aboebakar. 1957. Sejarah
Hidup K.H.A. Wahid Hasyim dan Karangan Tersiar. Jakarta : Panitya Buku
Peringatan Alm. Wahid Hasyim.
Damopoli, M. Ag, Dr. Mujiono. 2011. Pesantren Modern Immim. Jakarta
: PT. Raja Grafindo Persada.
M.Ed, Prof. Dr. Masuhu. 1999. Memberdayakan SistemPendidikan Islam. Jakarta
: PT. Logos Wacana Ilmu.
Nasir,
MA, Prof. Dr. H.M. Ridlwan. 2005. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal . Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Qamar, Prof. Dr. Mujamil. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta : PT.
Gelora Aksara Pratama.
Zuhairiri, dkk, Dra. 2004. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : PT.
Bumi Aksara.
[1] Dr. Mujiono Damopoli, M.
Ag. Pesantren Modern Immim. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2011.
Hlm. 57-58.
[3] Prof. Dr. Mujamil Qamar. Manajemen
Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama. Hlm. 58.
[4]Pengurus pondok pesantren Tebuireng, Brosur
Pondok Pesantren Tebuireng . Tebuireng: 1975. hlm. 8.
[5]Aboebakar Atjeh, Sejarah Hidup KH. A.
Wahid Hasyim dan karangan Tersiar. Jakarta:
Paniya Buku Peringatan Alm. Wahid Hasyim, 1957. hlm.
61.
[6] Prof. Dr. H.M. Ridlwan Nasir, MA. Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal . Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005. hlm. 250-251.
[11] Prof. Dr. Masuhu, M.Ed. Memberdayakan
SistemPendidikan Islam. Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu. 1999. Hlm. 111.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar