A. Pengertian Jual Beli
Secara etimologis, jual beli berarti
menukar harta dengan harta. Sedangkan, secara terminologi, jual beli memiliki
arti penukaran selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Menjual adalah
memindahkan hak milik kepada orang lain dengan harga, sedangkan membeli yaitu
menerimanya. Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa jual
beli adalah suatu akad yang dilakukan oleh pihak penjual dan pembeli.
B.
Dasar
Hukum Jual beli
Dasar Hukum Jual beli disyariatkan di dalam
Alquran, sunnah, ijma, dan dalil akal. Allah SWT berfirman: “Dan Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
C.
Klasifikasi
Jual Beli Jual beli dibedakan dalam banyak pembagian berdasarkan sudut pandang.
Adapun pengklasifikasian jual beli adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan
Objeknya Jual beli berdasarkan objek dagangnya terbagi menjadi tiga jenis,
yaitu: Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang. Jual beli as-Sharf
(Money Changer), yaitu penukaran uang dengan uang. Jual beli muqayadhah
(barter), yaitu menukar barang dengan barang.
2. Berdasarkan
Standardisasi Harga
a)
Jual Beli Bargainal (tawar menawar),
yaitu jual beli di mana penjual tidak memberitahukan modal barang yang
dijualnya.
b)
Jual Beli Amanah, yaitu jual beli di
mana penjual memberitahukan modal barang yang dijualnya. Dengan dasar ini, jual
beli ini terbagi menjadi tiga jenis: Jual beli murabahah, yaitu jual beli
dengan modal dan keuntungan yang diketahui. Jual beli wadhi’ah, yaitu jual beli
dengan harga di bawah modal dan kerugian yang diketahui. Jual beli tauliyah,
yaitu jual beli dengan menjual barang sama dengan harga modal, tanpa keuntungan
atau kerugian.
c)
Cara Pembayaran Ditinjau dari cara
pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam: Jual beli dengan
penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli kontan). Jual beli
dengan pembayaran tertunda (jual beli nasi’ah). Jual beli dengan penyerahan
barang tertunda. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama
tertunda.
D.
Syarat Sah
Jual Beli Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh
yang tepat, harus dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat
ini terbagi dalam dua jenis, yaitu syarat yang berkaitan dengan pihak penjual
dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan objek yang diperjualbelikan.
Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi
untuk melakukan aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh
serta berkemampuan memilih. Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan
oleh anak kecil yang belum nalar, orang gila atau orang yang dipaksa. Kedua,
yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut: Objek jual
beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik penuh
salah satu pihak. Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga
pembayarannya, agar tidak terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing
dalam karung’ karena hal tersebut dilarang. Tidak memberikan batasan waktu.
Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka waktu tertentu yang diketahui
atau tidak diketahui.
E.
Sebab-sebab
dilarangnya jual beli Larangan jual beli disebabkan karena dua alasan, yaitu:
1.
Berkaitan dengan objek
2.
Tidak terpenuhniya syarat perjanjian,
seperti menjual yang tidak ada, menjual anak binatang yang masih dalam tulang
sulbi pejantan (malaqih) atau yang masih dalam tulang dada induknya (madhamin).
3.
Tidak terpenuhinya syarat nilai dan
fungsi dari objek jual beli, seperti menjual barang najis, haram dan
sebagainya.
4.
Tidak terpenuhinya syarat
kepemilikan objek jual beli oleh si penjual, seperti jual beli fudhuly.
F.
Berkaitan
dengan komitmen terhadap akad jual beli
1.
Jual beli yang mengandung riba
2.
Jual beli yang mengandung
kecurangan. Ada juga larangan yang berkaitan dengan hal-hal lain di luar kedua
hal di atas seperti adanya penyulitan dan sikap merugikan, seperti orang yang
menjual barang yang masih dalam proses transaksi temannya, menjual senjata saat
terjadinya konflik sesama mulim, monopoli dan sejenisnya. Juga larangan karena
adanya pelanggaran syariat seperti berjualan pada saat dikumandangkan adzan
shalat Jum’at.
G.
Jual Beli
yang Bermasalah
1.
Jual Beli yang Diharamkan
a)
Menjual tanggungan dengan tanggungan
Telah diriwayatkan larangan menjual tanggungan dengan tanggungan sebagaimana
tersebut dalam hadits Nabi dari Ibnu ’Umar Ra. Yaitu menjual harga yang
ditangguhkan dengan pembayaran yang ditangguhkan juga. Misalnya, menggugurkan
apa yang ada pada tanggungan orang yang berhutang dengan jaminan nilai tertentu
yang pengambilannya ditangguhkan dari waktu pengguguran. Ini adalah bentuk riba
yang paling jelas dan paling jelek sekali.
b)
Jual beli disertai syarat Jual beli
disertai syarat tidak diijinkan dalam hukum Islam. Malikiyah menganggap syarat
ini sebagai syarat yang bertentangan dengan konsekuensi jual beli seperti agar
pembeli tidak menjualnya kembali atau menggunakannya. Hambaliyah memahami
syarat sebagai yang bertentangan dengan akad, seperti adanya bentuk usaha lain,
seperti jual beli lain atau peminjaman, dan persyaratan yang membuat jual beli
menjadi bergantung, seperti ”Saya jual ini kepadamu, kalau si Fulan ridha.”
Sedangkan Hanafiyah memahaminya sebagai syarat yang tidak termasuk dalam konsekuensi
perjanjian jual beli, dan tidak relevan dengan perjanjian tersebut tapi
bermanfaat bagi salah satu pihak.
c)
Dua perjanjian dalam satu transaksi
jual beli Tidak dibolehkan melakukan dua perjanjian dalam satu transaksi, namun
terdapat perbedaan dalam aplikasinya sebagai berikut: Jual beli dengan dua
harga; harga kontan dan harga kredit yang lebih mahal. Mayoritas ulama sepakat
memperbolehkannya dengan ketentuan, sebelum berpisah, pembeli telah menetapkan
pilihannya apakah kontan atau kredit. Jual beli ’Inah, yaitu menjual sesuatu
dengan pembayaran tertunda, lalu si penjual membelinya kembali dengan
pembayaran kontan yang lebih murah. Menjual barang yang masih dalam proses
transaksi dengan orang atau menawar barang yang masih ditawar orang lain. Mayoritas
ulama fiqih mengharamkan jual beli ini. Hal ini didasarkan pada larangan dalam
hadits shahih Bukhari dan Muslim, ”Janganlah seseorang melakukan transaksi
penjualan dalam transaksi orang lain. Menjual anjing. Dalam hadits Ibnu Mas’ud,
Rasulullah telah melarang mengambil untung dari menjual anjing, melacur dan
menjadi dukun (HR. Bukhari). 2. Jual Beli yang Diperdebatkan Jual beli ’Inah.
Yaitu jual beli manipulatif agar pinjaman uang dibayar dengan lebih banyak
(riba). Jual beli Wafa. Yakni jual beli dengan syarat pengembalian barang dan
pembayaran, ketika si penjual mengembalikan uang bayaran dan si pembeli
mengembalikan barang. Jual beli dengan uang muka. Yaitu dengan membayarkan
sejumlah uang muka (urbun) kepada penjual dengan perjanjian bila ia jadi membelinya,
uang itu dimasukkan ke dalam harganya. Jual beli Istijrar. Yaitu mengambil
kebutuhan dari penjual secara bertahap, selang beberapa waktu kemudian
membayarnya. Mayoritas ulama membolehkannya, bahkan bisa jadi lebih
menyenangkan bagi pembeli daripada jual beli dengan tawar menawar.
H. Rukun Jual Beli
1.
Ada
penjual dan pembeli yang keduanya harus berakal sehat, atas kemauan sendiri,
dewasa/baligh dan tidak mubadzir alias tidak sedang boros.
2.
Ada barang
atau jasa yang diperjualbelikan dan barang penukar seperti uang, dinar emas,
dirham perak, barang atau jasa. Untuk barang yang tidak terlihat karena mungkin
di tempat lain namanya salam.
3.
Ada ijab
qabul yaitu adalah ucapan transaksi antara yang menjual dan yang membeli
(penjual dan pembeli).
I.
Hal-Hal
Terlarang / Larangan Dalam Jual Beli
1.
Membeli
barang di atas harga pasaran
2.
Membeli
barang yang sudah dibeli atau dipesan orang lain.
3.
Memjual atau membeli barang dengan cara
mengecoh/menipu (bohong).
4.
Menimbun
barang yang dijual agar harga naik karena dibutuhkan masyarakat.
5.
Menghambat
orang lain mengetahui harga pasar agar membeli barangnya.
6.
Menyakiti
penjual atau pembeli untuk melakukan transaksi.
7.
Menyembunyikan
cacat barang kepada pembeli.
8.
Menjual
barang dengan cara kredit dengan imbalan bunga yang ditetapkan.
9.
Menjual
atau membeli barang haram.
10.
Jual beli
tujuan buruk seperti untuk merusak ketentraman umum, menyempitkan gerakan
pasar, mencelakai para pesaing, dan lain-lain.
J. Hukum-Hukum Jual Beli
1.
Haram
Jual
beli haram hukumnya jika tidak memenuhi syarat/rukun jual beli atau melakukan
larangan jual beli.
2.
Mubah
Jual
beli secara umum hukumnya adalah mubah.
3.
Wajib
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
Jual beli menjadi wajib hukumnya tergantung situasi dan kondisi, yaitu seperti menjual harta anak yatim dalam keadaaan terpaksa.
K. Kesempatan Meneruskan/Membatalkan Jual Beli
(Khiyar)
Arti
definisi/pengertian Khiyar adalah kesempatan baik penjual maupun pembeli untuk
memilih melanjutkan atau menghentikan jual beli. Jenis atau macam-macam khiyar
yaitu :
1.
Khiyar
majlis adalah pilihan menghantikan atau melanjutkan jual beli ketika penjual
maupun pembeli masih di tempat yang sama.
2.
Khiyar
syarat adalah syarat tertentu untuk melanjutkan jual beli seperti pembeli
mensyaratkan garansi.
3.
Khiyar
aibi adalah pembeli boleh membatalkan transaksi yang telah disepakati jika
terdapat cacat pada barang yang dibeli.
L. Jual Beli Barang Tidak Terlihat (Salam)
Arti
definisi/pengertian Salam adalah penjual menjual sesuatu yang tidal terlihat /
tidak di tempat, hanya ditentukan dengan sifat danbarang dalam tanggungan
penjual.
M. Rukun Salam sama seperti jual beli pada
umumnya.
Syarat
Salam :
1.
Pembayaran
dilakukan di muka pada majelis akad.
2.
Penjual
hutang barang pada si pembeli sesuai dengan kesepakatan.
3.
Brang yang
disalam jelas spesifikasinya baik bentuk, takaran, jumlah, dan sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar